Latest News

    • Kisah Pilu Ibu Ditolak Anaknya karena Buruk Rupa

      Bahagia, mungkin itulah gambaran hati seorang nenek yang ingin melihat cucunya. Apalagi, itu adalah kali pertama sang nenek berkunjung. Tetapi kebahagiaan menimang cucu tersebut tinggal angan-angan Ding Liang saja. Wanita asal China ini ditolak anaknya sendiri untuk menemui cucunya yang baru lahir. Alasannya, wajah sang ibu terlalu buruk rupa.Kisah ini berawal ketika Hsin Pai melihat Ding tengah berdiri di luar sebuah kompleks perumahan. Ia lantas bertanya, apa yang membuat Ding menangis tersedu-sedu. Ding akhirnya menumpahkan seluruh isi hatinya kepada Hsin. Kabar memilukan ini datang dari desa kecil di luar Yuyao, sebuah provinsi di China. Ding telah berusaha membesarkan anaknya sekuat tenaga. Dia dulu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sementara suaminya kerja serabutan di lokasi konstruksi. Pasangan itu telah meminjam banyak uang untuk membiayai anak mereka sampai ke perguruan tinggi. Ketika berhasil lulus kuliah, putra yang dibanggakannya itu pindah ke Provinsi Hangzhou.Di sana, putranya mendapat pekerjaan yang cukup bagus di sebuah perusahaan penjualan mobil kelas atas. Tetapi ketika putranya menikah pun, Ding harus meminjam uang dari tetangganya untuk mengirimi uang.Namun, hubungan ibu dan anak ini mulai memburuk saat sang ibu hadir pada hari pernikahan anak yang amat dicintainya itu.Sang putra justru merasa malu, karena ibunya datang dengan berpakaian seperti layaknya petani. Sejak saat itu, mereka jarang saling kontak. Ding tak pernah sekalipun mendapat telepon dari anaknya. Ia hanya berkomunikasi ketika dia yang menelepon terlebih dulu.Padahal, Ding rela menjual kalung emasnya untuk memberikan uang kepada menantunya, saat Ding menyadari pasangan muda itu sedang menghadapi kesulitan keuangan."Beberapa hari lalu anakku menelepon dan mengatakan, dia baru saja memiliki seorang bayi. Aku ingin sekali mengunjunginya dan membawakan cucuku hadiah," kata Ding seperti dikutip dari Oddity Central pada Rabu (23/7/2014).Namun, ibu malang ini harus menelan kekecewaan saat ia dilarang datang. Bahkan anaknya menyebut larangan itu karena wajahnya terlalu jelek. "Dia bilang aku hanya akan mempermalukannya karena terlalu jelek," ujar Ding sedih.Tetapi, naluri keibuan yang ada dalam diri Ding membuatnya tetap memutuskan untuk pergi. Bahkan saat suaminya mengatakan jangan pergi, ia tetap nekat dan mengenakan pakaian terbaik yang dibelinya khusus untuk acara kunjungan tersebut. Pukul 04.00, ia mengejar bus dari Yuyao menuju Hangzhou. Ia sampai di kota tempat anaknya tinggal sekitar pukul 09.00.Namun, lagi-lagi Ding harus merasakan kepedihan ketika sang putra --yang tak ingin ia sebutkan namanya-- tak menjawab teleponnya. Padahal Ding tak tahu persis alamat anaknya yang berusia 32 tahun tersebut.Alhasil, Ding terlantar. Selama 1 jam, dia tampak berjalan tanpa arah untuk mencari rumah putranya. Dua pekerja yang melihatnya kemudian bertanya apakah wanita itu seorang pemulung. Ding bilang tidak, dia tak mengumpulkan sampah, melainkan sedang mencari anaknya. Lelah, akhirnya ia hanya terduduk di pinggir jalan tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Sambil membawa tas besar berisi pakaian bayi dan banyak sekali hadiah lain untuk cucunya, ibu malang ini hanya bisa berharap mungkin anaknya akan mengubah keputusan. Tetapi, perjalanan 5 jamnya sia-sia.Saat usai bercerita, Hsin yang iba mendengar cerita pilu tersebut memutuskan untuk melibatkan media. Ding akhirnya diwawancarai media lokal. Dan kisahnya menjadi sorotan di media sosial China, membuat warga China terkejut sekaligus mengecam tindakan pemuda tersebut.Tetapi mungkin ada sebagian orang yang berpikir, terdapat alasan lain yang membuat sang putra sampai hati menolak ibu kandungnya sendiri.Namun akhirnya mereka menyadari suatu hal. "Kalaupun alasan itu memang ada, apa yang tak bisa dimaklumi atau dimaafkan untuk seorang ibu yang telah mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya?" ucap seorang presenter televisi yang mengulas kisah Ding.Akhirnya Ding memutuskan kembali ke desanya dengan memanggul semua hadiah dan paket yang telah dibawa untuk cucu yang tak pernah ditemuinya tersebut x

    • Anak petani 9

    • Anak petani 8

    • anak petani 7

    • anak petani 6

    • Anak petani 5

    • Anak petani 4

    • Anak petani 3

    • Anak petani 2

    • Anak Petani

Kamis, 09 April 2015

Anak Petani



Pendahuluan
Di dusun Sukamandi tinggalah keluarga kecil. Suami isteri dengan seorang anak. Mereka tinggal di rumah kayu dengan kebun kecil mengelilingi rumah. Si Suami adalah buruh tani yang mengerjakan ladang orang lain. Si isteri mengurusi anaknya yang baru saja masuk sekolah menengah pertama.
Anak mereka adalah anak laki-laki yang cukup bongsor seusianya. Namanya adalah Arjuna. Dan, ternyata nama itu cukup pas untuk dia, karena walaupun baru menginjak usia remaja, namun wajahnya sudah lumayan ganteng. Bahkan bisa dibilang di dusun itu untuk anak-anak remaja, dialah yang paling ganteng.
Si Suami bernama Waluyo. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun merupakan wajah laki-laki yang penuh ketegasan dan kekuatan, tanda bahwa ia bukanlah laki-laki yang gampang disepelekan, apalagi badannya yang tinggi besar dan kekar, sedikit uban memperlihatkan penderitaan karena usianya baru empat puluhan. Si Isteri bernama Dewi, baru berusia dua puluh delapan tahun, karena menikah ketika usianya 14 tahun. Wajahnya cantik. Tampaknya ketampanan anaknya menurun dari dia. Bila suaminya bertinggi 177 cm, Dewi bertinggi badan 160 cm. Walaupun ini adalah tinggi rata-rata wanita indonesia, namun karena tubuh Dewi yang berisi dan cenderung terlihat gemuk sehingga dia tidak nampak tinggi ataupun pendek dibanding perempuan lain. Arjuna yang berusia 13 tahun bertinggi badan sekitar 155 cm, paling tinggi di antara teman-teman sebayanya. Dan badannya mengikuti postur ayahnya, kekar dan kokoh, walaupun tidak sama persis dibanding ayahnya.
Sebenarnya Dewi adalah isteri kedua Waluyo. Sebelumnya Waluyo pernah menikah dan bercerai. Isteri pertamanya bernama Fauziah, anak pedagang sapi dari Kalimantan yang keturunan Arab. Dari Fauziah, Waluyo mempunyai seorang anak gadis berusia 16 tahun bernama Annisa. Fauziah dan Annisa tinggal bersama keluarga Fauziah di Kalimantan. Fauziah kini berusia 35 tahun dan belum bersuami lagi. Berhubung ayah Fauziah telah meninggal dan ia adalah anak tertua, maka Fauziah kini yang mengurusi bisnis keluarga.
Waluyo pernah bekerja di Kalimantan selama sepuluh tahun, dan di sanalah ia menikahi Fauziah dan memiliki anak. Namun, karena orangtua Fauziah tidak setuju maka pernikahan itu berakhir dengan perceraian dan Waluyo kembali pulang ke Jawa. Dua tahun di kampung halaman, Waluyo akhirnya menikahi Dewi.
Selama ini keluarga Waluyo dan Dewi adalah keluarga yang tampak harmonis. Namun memang, karena mereka tinggal di dusun kecil yang berpenduduk sedikit, lagipula tempat tinggal mereka agak jauh dari perkampungan, sekitar sekilo dari kampung, maka sebenarnya tidak pernah ada yang tahu apakah rumah tangga mereka itu bagaimana sebenarnya.
Karena itu, kejadian yang akan menimpa keluarga inipun kemungkinan besar tidak akan ada orang yang tahu. Kejadian ini dimulai saat Arjuna, atau Jun, panggilannya, memasuki masa akil baliq dan juga karena pengaruh oleh teman-temannya. Kejadian ini akan menjadi suatu aib bagi keluarga mereka. Aib yang menghasilkan berbagi aib nantinya, yang syukurnya sampai saat inipun tidak diketahui orang lain. Bagaimanakah aku tahu? Pada saatnya nanti pun akan terlihat.
Maka marilah kita mulai kisah keluarga kecil ini dari awal penyebab segalanya.
BAB SATU
AWAL MULA
Hari itu baru pertama kalinya Jun melihat tubuh wanita telanjang. Walaupun wanita itu hanyalah foto dalam majalah, namun Jun mendapatkan informasi yang baru mengenai lawan jenis. Apalagi, si Harun, anak Pak Lurah yang membawa majalah itu juga menambahkan informasi baru. Informasi mengenai ngemprut. Yaitu aktivitas laki dan perempuan yang sangatlah tidak masuk akal kalau diterima pertama kali, yaitu saling mengadukan kelamin sehingga menyatu. Itu sebabnya, kata Harun, bahasa Indonesia untuk ngemprut adalah bersetubuh. Menjadi satu tubuh. Yang laki masukkin tititnya ke tempik perempuannya. Terus rasanya enak.
“Mang kamu pernah, Run?”
“Belum. Tapi aku pernah ngintip Bapak dan Ibu ngemprut. Ibu kelihatannya kayak makan rujak, mulutnya mendesah-desah, Bapak kayak abis lari di lapangan, nafasnya memburu sambil menggeram kayak anjing gitu. Tapi Bapak berkali-kali bilang, ‘ tempikmu legit bener, Jeng!’ terus juga bilang ‘wuenak, Jeng’”
“Ibu kamu ga ngomong?”
“Iya dia bilang juga enak. ‘enak, pak. Enak, pak. Terus, pak.”
Jun membayangkan kedua orang itu telanjang dan ngemprut di kamar. Diingatnya Ibu si Harun itu lumayan cantik, walau tak secantik dan seputih Ibunya, namun Ibu si Harun ini lebih kurus, dan kuning langsat.
“Ibu kamu teteknya besar, Run?”
“Gede, Jun. kayak buah lontar. Pentilnya kayak tutup spidol gedenya.”
“wah, enak tuh kalo diisepin.”
“Hush! Itu Ibuku! Sana isep susu Ibumu sendiri! Ibumu kan susunya keliatan lebih gede.”
Setelah itu Jun dan Harun membahas persoalan ngemprut dengan Ibu masing-masing, lalu Harun mengajarkan Jun untuk mengkhayal sambil mengocok kontol sendiri.
“Ini namanya ngeloco, Jun. enak banget. Telapak kita ini kalau kita genggam di titit maka udah kayak dijepit lubang tempik perempuan.”
Maka keduanya ngeloco sambil masing-masing membayangkan Ibu mereka. Akhirnya mereka ejakulasi di kamar Harun.
***
Semenjak saat itu, Arjuna menjadi dewasa sebelum waktunya. Arjuna selalu mencari tempat dan waktu yang tepat bagi dirinya agar bisa seorang diri dan melakukan usaha barunya dibidang seksual ini. Kadang di kamar mandi, kadang di kamarnya sendiri yang sempit. Seringkali Arjuna masturbasi sambil membayangkan Ibunya si Harun yang lumayan cantik itu, namun terkadang Arjuna membayangkan Ibunya sendiri. Harun merasa bersalah dan kotor, namun anehnya di lain pihak, kenikmatan yang Ia rasakan itu lebih hebat dibanding bila ia membayangkan Ibunya Harun.
Hari berganti hari dan akhirnya dua minggu telah lewat. Arjuna selalu menghadapi dilema setiap harinya. Ia mengalami kenikmatan orgasme yang sangat dahsyat bila ia membayangkan ngemprut dengan Ibunya yang agak gemuk itu. Dan sedikit demi sedikit, kewarasannya hilang dan kalah oleh kenikmatan setan yang tak dapat lagi ia tolak.
Sekarang bayangan tubuh Ibunya yang sintal dan padat itu selalu menjadi bahan untuk ngelamun jorok dan juga untuk ngeloco. Arjuna tak pernah melihat Ibunya telanjang, namun Ibunya seringkali mondar-mandir di rumah hanya mengenakan handuk, sehingga Arjuna dapat melihat bagian atas dada Ibunya yang besar dan juga paha Ibunya yang kuning langsat itu.
Lama kelamaan hanya membayangkan saja tidaklah memuaskan Arjuna. Arjuna ingin sekali melihat tubuh Ibunya telanjang betulan. Maka diambilnyalah keputusan untuk mengintip Ibunya waktu lagi mandi.
Rumah mereka adalah rumah petani sederhana terbuat dari kayu. Kamar tamu kecil dengan dua kamar tidur. Sementara dapur mereka di belakang semi permanent bersandingan dengan kamar mandi yang juga hanya semi permanen dengan anyaman bambu. Kedua kamar itu hanya terpisah oleh satu buah dinding saja. Kamar mandi di sebelah kiri dan di sebelah kanan adalah dapurnya.
Berhubung ilham ini datang sewaktu malam, Maka Arjuna malam itu ketika semua orang tidur mulai bekerja. Dicobanya mengintip dari lubang anyaman bambu, ternyata agak susah. Maka, di sudut ujung dapur Arjuna membuat beberapa lubang, beberapa di bagian atas, beberapa di tengah dan beberapa bawah, dengan pisau. Lubang itu dIbuat tepat diantara anyaman. Setelah selesai, dia menambal dengan potongan kain coklat sehingga tidak akan begitu terlihat.
Ketika subuh si Arjuna baru bangun. Arjuna merasa tak sabar sehingga ia harus melihat Ibunya telanjang secepatnya hari itu. Arjuna tidak tahu, bila hari biasa seperti hari itu, kapan Ibunya mandi. Arjuna hanya tahu bila hari minggu maka Ibunya akan mandi sekitar subuh, karena Ibunya sudah mandi ketika Arjuna bangun pagi.
Perlahan Arjuna beringsut keluar kamar, ternyata Dewi sudah bangun dan sedang mencuci piring, berhubung rumah ini adalah rumah kampung, maka cuci piring dilakukan di kamar mandi. Dewi rupanya belum mandi, namun sudah bersiap untuk mandi. Perempuan itu memakai handuk, dan Arjuna dapat melihat tali BH Hitam Ibunya itu masih dipakai. Bila selesai mandi biasanya Ibunya tidak akan memakai BH di balik handuknya.
Setelah beberapa lama, akhirnya Dewi selesai mencuci piring. Setelah piring di taruh di dapur, maka Dewi segera masuk ke kamar mandi. Dewi tidak tahu bahwa anaknya mengawasinya dengan hati-hati dari dalam rumah. Ketika Dewi menutup pintu kamar mandi, maka Arjuna bergegas ke dapur dan membuka lubang-lubang yang telah disiapkannya.
Kamar mandi itu terdiri dari bak mandi dan toilet. Keduanya terletak di kanan tak jauh dari pintu, berhubung kamar itu tidak begitu luas, dengan toilet menempel dengan dinding yang berpintu dan persis disebelah yang lain bak mandi itu menempel pada toilet. Bak itu tidak tinggi, hanya setinggi paha orang dewasa, namun memanjang kesamping. Dinding bambu kamar ini dicat putih dengan penerangan lampu neon yang di taruh persis di antara kedua kamar itu. Berhubung atapnya tidak terlalu tinggi, maka lampu neon cukup menerangi kamar itu dengan jelas.
Ibunya sedang kencing dengan jongkok di toilet. Karena toilet itu letaknya di kanan sehingga berhadapan langsung dengan tembok dapur yang dilubangi oleh Arjuna. Maka ketika Arjuna mulai mengintip, ia sedikit kecewa karena Ibunya sedang memunggunginya. Namun, jarak antara mereka berdua kini hanyalah sekitar 10 cm dan berbataskan dinding anyaman bambu saja. Arjuna dapat melihat tubuh Ibunya yang telanjang bulat dari belakang. Kulit Ibunya yang kuning langsat bagaikan bersinar karena tertimpa lampu neon seakan mengundang lelaki untuk mengelus dan menciuminya. Arjuna juga dapat melihat kedua pantat Ibunya yang bulat dan sekel yang seakan meminta diremas-remas. Arjuna tidak sabar menunggu Ibunya segera mandi. Akhirnya tak lama Ibunya berdiri, lalu turun dari toilet dan melangkah untuk berdiri di depan bak mandi, sehingga kini Arjuna dengan bebasnya melihat tubuh telanjang Ibunya dari depan. Ibunya menaruh kaki kirinya di bak mandi dan mulai cebok secara perlahan.
Arjuna terkejut dan sedikit menarik nafas kaget melihat pemandangan indah nan erotis di hadapannya ketika Ibunya berdiri dan melangkah ke depan bak mandi. Walaupun tidak muda lagi Ibunya memiliki tubuh yang sangat sintal berlekuk cantik dan menggiurkan. Ibunya tidak kurus, namun juga tidak gendut. Ketika berpakaian, Ibunya tampak memiliki tubuh yang sintal dan agak gemuk, namun ketika telanjang, tubuh Ibunya tampak sekel dan sangat seksi. Tubuh itu tampak berisi, tidak ada urat atau otot yang menonjol, namun juga tidak terlihat gembyor karena gemuk. Dada Ibunya padat, perutnyapun padat dengan sedikit lemak di atas pinggang, namun tidak gendut.
Arjuna dapat melihat pentil buah dada Ibunya dengan jelas, berwarna coklat muda kemerahan dengan ujung seperti penghapus pensil berbentuk silinder tumpul bundar dan pada bagian dasarnya berbentuk lingkaran yang sedikit lebih lebar dari tutup botol sirup. Pentil itu menghiasi puncak payudara Ibunya yang bentuknya bagaikan tetesan air mata dengan bagian bulat menggantung ke bawah hampir sebesar buah kelapa yang sudah diserut kulitnya.
Payudara itu amat indah, dengan puting yang terletak hampir tepat di tengah-tengah, sehingga secara proporsional menunjukkan keadaan yang masih lumayan kencang, hanya sedikit agak kendor karena usia Ibunya itu tidaklah muda lagi dan sudah punya anak, namun masih dapat dibilang indah. Bahkan, karena Ibunya ini adalah perempuan desa yang tidak pernah pergi ke salon atau perawatan kecantikan, bisa dibilang inilah salah satu payudara dengan keindahan alami yang jarang dimiliki oleh perempuan pada umumnya.
Ketika Ibunya mulai cebok dengan satu kaki di atas bak mandi, Arjuna menelan ludah berkali-kali melihat seluruh selangkangan Ibunya yang telanjang tanpa ditutupi apapun. Dengan rambut kemaluan yang lebat dan keriting yang tumbuh sepanjang selangkangan itu dan melingkari bibir memek yang merah muda nan mengkilat karena terkena air kencing dan kini di siram air untuk membersihkan bekas kencing itu, membuat kontol Arjuna tidak dapat menjadi lebih keras lagi. Arjuna mengeluarkan kontolnya dan mulai mengocok batangnya perlahan-lahan sambil terus mengintip.
Untungnya Ibunya bukanlah orang yang suka bergegas. Ia melakukan segala sesuatu tanpa ada kesan terburu-buru. Karena itulah Arjuna dapat menikmati cukup lama keindahan kemaluan Ibunya. Arjuna berusaha menghafal segala lekuk lubang kencing Ibunya itu. bagaimana bentuk bibir kemaluannya, bagaimana warna dan tekstur dinding di dalamnya, yang dapat ia lihat ketika Ibunya menggosokkan tangannya waktu cebok, bagaimana jembut Ibunya berkilau terkena air, bagaimana gerakkan memek itu ketika digosok dan seluruh pemandangan yang bisa ia dapatkan.
Setelah itu Ibunya mulai mandi. Arjuna dengan bahagia mengamati dengan teliti segala gerakan tubuh Ibunya yang dimatanya semakin lama semakin erotis. Padahal Ibunya hanya mandi. Dinikmatinya deburan air yang menghujam badan Ibunya itu, meninggalkan jejak-jejak basah di seluruh kulit kuning langsat itu. Bulir-bulir air yang menempel di tubuh Ibunya ditingkahi oleh sinar lampu neon membuat tubuh yang molek itu bagaikan permata yang berkilau-kilau. Diikutinya gerakan air ketika Ibunya menyiramkan air ke tubuhnya sendiri, bagaimana air menyusuri tubuh Ibunya dari kepala, leher, dada, sepanjang payudara dan belahan dada, turun ke perut dan menyebar jatuh melewati kedua kaki dan selangkangan Ibunya. Andaikan aku adalah air, tak akan kutinggalkan tubuh seksi itu, pikir Arjuna yang semakin mempercepat kocokan pada tititnya.
Kemudian pemandangannya berubah lagi ketika Ibunya mulai menyabuni badannya. Busa-busa dari sabun menghiasi tubuh telanjang Ibunya bagaikan salju yang menghampar di pegunungan Jayawijaya. Bagaimana busa-busa itu mengubah bentuk menjadi seperti tubuh yang dIbungkusnya. Busa-busa menghampar sepanjang tangan dan kaki, namun melingkari buah dada dan perut, menambah kesan dan aksen akan keindahan yang ada. Apalagi ketika busa itu menipis, kulit kuning langsat Ibunya itu kini bukan hanya bersinar tapi seakan berkerlap-kerlip dan menjanjikan sesuatu yang licin untuk dirasakan dan dinikmati.
Ketika Ibunya mengangkat sebelah kaki lagi dan menaruhnya di bak mandi untuk kedua kalinya, untuk lalu menyabuni selangkangannya, Arjuna mulai mengocok kemaluannya dengan cepat dan brutal. Pemandangan erotis di ruang sebelah itu sungguh semakin lama semakin membuat Arjuna tidak tahan. Sambil mengerang dengan suara yang tertahan karena takut ketahuan, Arjuna membelalakkan matanya lebar-lebar dan menganiaya kontolnya dengan nafsu yang di ubun-ubun kepala.
Tubuh telanjang Ibunya yang licin dan mengkilat ditambah dengan memek Ibunya yang kini terlihat lagi dan sedang diusap dengan tangan bersabun sehingga bibir vagina Ibunya itu bergerak merekah ketika jemari Ibunya mengusap lewat dan menunjukkan dinding kemaluan Ibunya bagian dalam yang tampak basah kemerahan, akhirnya berhasil membuat Arjuna mencapai klimaksnya. Dengan desahan dan erangan yang ditahan, Arjuna ejakulasi di dinding dapur itu.
Arjuna bergegas mencari lap dan membersihkan dinding dapur dengan cepat namun ketika menggosok dinding ia melakukannya dengan lembut sehingga tidak berisik. Ia takut apabila Ibunya setelah selesai mandi akan masuk ke dapur dan melihat lendir pejunya menempel di dinding, atau bila ayahnya yang datang ke dapur. Setelah dapur bersih Arjuna ngibrit ke kamar lagi dan pura-pura tidur.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Anak Petani Description: Rating: 5 Reviewed By: Sosial map